Berbicara tentang protein tentu sangat luas cakupannya. Mulai dari fungsi, sumber, jenis, dan strukturnya, Setiap makhluk hidup tentu membutuhkan protein untuk kelangsungan hidupnya. Namun yang penulis bahas kali ini, apa sih struktur yang ada dalam protein? Lalu apa yang terjadi jika suatu protein dipanaskan secara berlebih? Selain itu protein merupakan polimer dari suatu monomer, ya monomernya ialah asam amino. Penulis juga akan membahas asam amino secara umumnya. Langsung saja kalian baca dibawah ini.
Protein adalah suatu senyawa organik yang mempunyai
berat molekul besar antara ribuan hingga jutaan satuan (g/mol). Protein
tersusun dari atom-atom C, H, O dan N ditambah beberapa unsur lainnya seperti P
dan S. Atom-atom itu membentuk unit-unit asam amino. Urutan asam amino dalam
protein maupun hubungan antara asam amino satu dengan yang lain, menentukan
sifat biologis suatu protein. (Girinda, 1990). Protein adalah sumber asam amino
yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan
karbohidrat. Molekul protein mengandung gula terpor belerang, dan ada jenis
protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. (Winarnno, 1997).
Struktur protein meliputi struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier,
dan struktur kuartener.
|
Macam-Macam Struktur Protein (ByFen) |
Struktur
primer
merupakan struktur yang sederhana dengan urutan-urutan asam amino yang tersusun
secara linear yang mirip seperti tatanan huruf dalam sebuah kata dan tidak
terjadi percabangan rantai. Struktur primer terbentuk melalui ikatan antara
gugus α–amino dengan gugus α–karboksil. Ikatan tersebut dinamakan ikatan
peptida atau ikatan amida (Berg et al., 2006; Lodish et al., 2003).
Struktur ini dapat menentukan urutan suatu asam amino dari suatu polipeptida
(Voet & Judith, 2009).
Struktur
sekunder
merupakan kombinasi antara struktur primer yang linear distabilkan oleh ikatan hidrogen antara gugus
=CO dan =NH di sepanjang tulang belakang polipeptida. Salah satu contoh
struktur sekunder adalah α-heliks dan β-pleated. Struktur ini memiliki
segmen-segmen dalam polipeptida yang
terlilit atau terlipat secara berulang. (Campbell et al., 2009; Conn,
2008).
Struktur
tersier dari
suatu protein adalah lapisan yang tumpang tindih di atas pola struktur sekunder
yang terdiri atas pemutarbalikan tak beraturan dari ikatan antara rantai
samping (gugus R) berbagai asam amino. Struktur ini merupakan konformasi tiga
dimensi yang mengacu pada hubungan spasial antar struktur sekunder. Struktur
ini distabilkan oleh empat macam ikatan, yakni ikatan hidrogen, ikatan ionik,
ikatan kovalen, dan ikatan hidrofobik. Dalam struktur ini, ikatan hidrofobik
sangat penting bagi protein. Asam amino yang memiliki sifat hidrofobik akan
berikatan di bagian dalam protein globuler yang tidak berikatan dengan air,
sementara asam amino yang bersifat hodrofilik secara umum akan berada di sisi
permukaan luar yang berikatan dengan air di sekelilingnya (Murray et al,
2009; Lehninger et al, 2004).
Struktur
kuarterner adalah
gambaran dari pengaturan sub-unit atau promoter protein dalam ruang. Struktur
ini memiliki dua atau lebih dari sub-unit protein dengan struktur tersier yang
akan membentuk protein kompleks yang fungsional. ikatan yang berperan dalam
struktur ini adalah ikatan nonkovalen, yakni interaksi elektrostatis, hidrogen,
dan hidrofobik. Protein dengan struktur kuarterner sering disebut juga dengan
protein multimerik. Jika protein yang tersusun dari dua sub-unit disebut dengan
protein dimerik dan jika tersusun dari empat sub-unit disebut dengan protein
tetramerik (Lodish et al., 2003; Murray et al, 2009). Peranan
protein diantaranya sebagai katalisator, pendukung, cadangan, sistem imun, alat
gerak, sistem transpor, dan respon kimiawi. Protein-protein tersebut merupakan
hasil ekspresi dari informasi genetik masing-masing suatu organisme tak
terkecuali pada bakteri (Campbell et al., 2009; Lehninger et al.,
2004).
Asam amino adalah blok bangunan
yang digunakan untuk membuat protein dan peptida. Asam amino terdiri dari gugus
amino, sebuah gugus karboksil, sebuah atom hydrogen, dangugus R yang merupakan rantai
cabang. Asam amino berkonfigurasi α dankonfigurasi L, hanyakonfigurasi L yang
merupakan komponen protein (Winarno 2008). Asam amino juga dapat dibagi dalam beberapa
kelompok menurut strukturnya yaitu asam amino dengan rantai samping yang: (1)
merupakan rantai karbon yang alifatik, (2) mengandung gugus hidroksil, (3)
mengandung atom belerang, (4) mengandung gugus asam atau amida, (5) mengandung gugus
basa, (6) mengandung cincin aromatik, (7) membentuk ikatan dengan atom N pada
gugus amino. Berikut ini adalah beberapa jenis asam amino yang terdapat dalam
protein, antara lain glisin, alanin, valin, leusin, isoleusin, prolin,
fenilalanin, tirosin, triptofan, serin, treonin, sistein, metionin, glutamine,
asparagin, asam glutamate, aspartat, lisin, arginin, histidin. Ada pula
beberapa jenis asam amino yang tidak terdapat dalam protein, antara lain
ornitin, homosistein, homoserin, sitrulin, 3,5-diodotirosin, 3,4dihidroksil fenilalanin
(Poedjiadi 2009).
Pengendapan protein oleh garam dapat dibagi menjadi 2, yaitu salting in dan salting out. Salting in terjadi
apabila kelarutan protein meningkat ketika garam ditambahkan ke dalam larutan
tersebut. (tidak mengendap). Salting out terjadi apabila kelarutan protein
menurun ketika ditambahkan garam ke dalam larutan protein tersebut (protein
mengendap). Adapun proses yang terjadi pada percobaan ini adalah proses salting
out (Yatno et al. 2008).
Ekstrasi atau pemisahan protein dari senyawa lain dilakukan dengan
menggunakan sifat kelarutan protein, yaitu dengan cara mengendapkan protein
pada titik isoelektriknya melalui penambahan garam
amonium sulfat. Penambahan amonium
sulfat akan menyebabkan daya larut protein menjadi berkurang. Akibatnya protein akan terpisah sebagai
endapan. Pengendapan ini hanya menarik air sehingga tidak merusak struktur protein
atau tidak mengalami perubahan kimia (Ismail et al. 2013). Albumin adalah protein yang dapat larut air serta
dapat terkoagulasi oleh panas dimana terdapat dalam serum darah dan bagian
putih telur (Yuniarti et al. 2013)
Protein
dapat terkoagulasi akibat pemanasan yang menyebabkan struktur protein tersebut
terdenaturasi. Denaturasi protein didefinisikan sebagai suatu kondisi yang
ditandai dengan berubahnya struktur protein, meliputi perubahan bentuk dan lipatan
molekul, tanpa menyebabkan pemutusan atau kerusakan ikatan
antar-asam amino dalam struktur primer protein. Protein yang
mengalami denaturasi akan mengalami penurunan daya kelarutan sehingga protein
tersebut akan mengendap pada titik isolistriknya. Titik isolistrik ialah suatu
kondisi atau pH yang menyebabkan protein berada dalam muatan yang netral.
Denaturasi protein akibat suhu merupakan denaturasi yang bersifat sementara
(Bintang 2010).
Denaturasi merupakan perubahan
konformasi alamiah menjadi suatu konformasi yang tidak menentu. Proses
denaturasi ini dapat berlangsung reversible atau ireversibel. Pada umumnya
proses penggumpalan protein diawali oleh proses denaturasi yang berlangsung
baik pada titik isolistrik protein tersebut. Denaturasi dapat terjadi karena
pengaruh pH, gerakan mekanik, adanya alkohol, aseton, eter, atau detergen
(Marzuki 2010).
Renaturasi adalah proses pembentukan kembali struktur untai
ganda dari keadaanterdenaturasi. Renaturasi merupakan suatu proses yang dapat
terjadi secara in vivomaupun in vitro. Tahapan yang menentukan kecepatan
renaturasi bukan proses pembentukan untaigandanya, melainkan proses tumbukan
antara molekul untai tunggal dengan untaitunggal yang lain. Renaturasi
dipengaruhi oleh hambatan friksional (Winarno 2004). Titik isolistrik suatu
asam amino terjadi saat pH asam amino di dalam larutan berlaku sebagai ion
dwikutub atau ion zwitter. Pada pH ini asam amino tidak mengadakan migrasi
dalam medan listrik, baik ke katoda maupun anoda. Tidak semua asam amino
memiliki titik isolistrik yang sama. Harga titik ini bergantung pada gugus
fungsional dalam rumus struktur asam amino. Asam amino netral titik isolistriknya antara 5.5-6.3, asam
amino asam sekitar tiga, dan asam amino basa sekitar 10. Adapun titik
isolistrik serum albumin adalah 4.8 (Sumardjo 2009)..
Daftar Pustaka
Bintang M.
2010. Biokimia Teknik Penelitian.
Jakarta (ID): Erlangga.
Bishop,
M.Y.1996. The Veterinary Formulary dalam
Handbook of Medicines Used in
Veterinary Practise 3rd ed. London (UK) : 231
Ciptadi G. 2013. Kompetensi
Aktivasi Protein Ekstrak Spermatozoa pada Oosit M-Ii Kambing Berdasarkan
Analisis Profil Intensitas Kalsium (Ca2+). Malang(ID).
Ferawati. 2012. Faktor Resiko Kejadian Kurang Energi Protein
(KEP) pada Balita (>2-5 Tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Aur Kabupaten
Pasaman Barat Tahun 2012. Padang(ID).
Girindra,
A. 1986. Biokimia I. Gramedia, Jakarta.
Ismail
A I, Ahmad A, Seniwati. 2013. Isolasi dan
Identifikasi Protein Bioaktif dari Alga Merah Eucheuma Cottonii serta
Potensinya sebagai Antikanker. Makassar(ID)
Kaunang
CL dan Pudjiastuti E. 2011. Uji In
Vivo Silase Hijauan Pakan yang Dipupuk Air Belerang dan Pupuk Kandang
pada Domba. Manado(ID).
Marzuki
I, Amirullah, Fitriani. 2010. Kimia dalam
Keperawatan. Makassar (ID):
Pustaka
As Salam.
Nurhikmayani
R. 2013. Reaksi uji protein. Makassar
(ID): Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin.
Nurilmala M et al. 2006. Perbaikan Nilai Tambah Limbah Tuang Ikan tuna menjadi Gelatin serta
Analisis Fisika Kimia. Bogor(ID)
Poedjiadi,
A. 2009.Dasar-dasarBiokimia.Jakarta(ID): Universitas Indonesia (UI-Press).
Pudyaatmaka
AH. 2002. Kamus Kimia. Jakarta (ID):
Balai Pustaka.
Repository USU. 2012. Uji Kualitatif dan Kuantitatif terhadap
Protein. Medan(ID).
Sari M. 2011. Identifikasi Protein Menggunakan Fourier
Transform Infrared (FTIR). [Skripsi]. Jakarta(ID).
Sirajuddin,
Saifuddin. 2012. Penuntun Praktikum
Biokimia. Makassar (ID): Universitas
Hasanuddin.
Sumardjo
D. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan
Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta.
Jakarta(ID) : EGC.
Wahyuningtyas et al. 2013.Studi Pembuatan Enzim Selulase dari
Mikrofungi Trichoderma reesei dengan
Substrat Jerami Padi sebagai Katalis Hidrolisis Enzimatik pada Produksi
Bioetanol. Malang(ID).
Winarno,
F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi.
Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Yatno, Ramli
N, Hardjosworo P, Setiyono A, Purwadaria T. 2008. Sifat kimia dan nilai
biologis konsentrat protein bungkil inti sawit hasil ekstraksi kombinasi
fisik-kimiawi. Media Peternakan.
31(3): 178-185.
Yuniarti D W, Sulistiyati T D, Suprayitno E.
2013. Pengaruh Suhu Pengeringan Vakum Terhadap Kualitas Serbuk Albumin Ikan
Gabus (Ophiocephalus Striatus).
Malang(ID).
Itulah beberapa jawaban yang penulis ajukan diatas, semoga bermanfaat dan tetap semangat belajar.
Sekian dan terimakasih
Jangan lupa comment and share Salam ByFen!