Sunday, 20 November 2016

Bobot Jenis, Tegangan Permukaan, dan Emulsi

Bobot jenis adalah rasio massa suatu benda atau zat terhadap massa cairan pada volume dan temperatur yang sama dan dinyatakan dalam bentuk desimal sebanyak akurasi yang diperlukan dalam pengukuran.Tegangan permukaan ialah daya tahan lapisan tipis permukaan suatu cairan terhadap usaha untuk merubah luas permukaan. Emulsi adalah suatu suspensi metastabil yang terdiri dari satu atau dua zat dengan yang lainnya tidak saling melarutkan. Emulsi juga merupakan campuran antara partikel suatu zat cair pada saat fase terdispersi dengan zat cair lainnya pada fase pendispersinya. 

Bobot jenis diperlukan sebuah alat ukur yaitu Densitometer, alat ini mengukur pada temperatur 60 derajat fahrenheit atau setara dengan 15,55 derajat celcius dan berskala 1,000 – 1,060 g/ml. Bobot jenis suatu cairan sangat tergantung dengan zat terlarut pada cairan tersebut. Prinsip uji BJ adalah semakin besar konsentrasi zat terlarut suatu larutan, maka semakin besar pula bobot jenis larutan tersebut. Hasil pengukuran terhadap berat jenis alamiah menghasilkan bahwa larutan alamiah yang memiliki bobot paling tinggi adalah larutan albumin 1% yaitu sebesar 1,029. Praktikan juga dapat mengetahui bahwa diantara NaCL yang memiliki konsentrasi yang berbeda – beda yakni 0,9%, 0,3%, dan 5% bahwa NaCl yang memiliki konsentrasi 5% memiliki berat jenis yang lebih tinggi. Berat jenis NaCl 5% adalah 1,029, bandingkan dengan NaCl 0,3% yang sebesar 1,000 atau NaCl 0,9 yakni 1,006. Hal tersebut dikarenakan semakin besar konsentrasi suatu larutan, maka semakin besar pula bobot jenisnya. Hal tersebut juga berlaku pada aquades yang memiliki bobot jenis yang rendah karena memiliki sedikit zat terlarut di dalamnya, hal tersebut membuat aquades memiliki konsentrasi rendah begitu pula dengan bobot jenisnya.

Bobot jenis urin manusia memiliki patokan normal yaitu antara 1,010 – 1,025. Pengukuran urin pada manusia yang dilakukan oleh praktikan memperlihatkan hasil bahwa bobot urin setiap manusia berbeda – beda. Hal tersebut dikarenakan faktor yang mempengaruhi perbedaan jenis urin adalah jumlah relatif air, zat terlarut untuk ekskresi, dan makanan yang dikonsumsi (McPherson & Sacher 2004).
Tegangan Permukaan
Jarum Mengambang Akibat Tegangan Permukaan (ByFen)
Permukaan tegangan cairan alamiah, jarum yang diletakkan di gelas arloji kemudian diberi cairan akuades dan air sungai akan terapung. Sedangkan saat cairannya diganti dengan cairan empedu dan air kelapa, jarum terlihat melayang. Kemudian, jarum tenggelam saat diberi detergen. Jarum yang ada pada gelas arloji tenggelam ketika diberi air sungai, karena air sungai memiliki sifat emulgator yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan zat cair. Molekul cairan memberikan gaya tarik satu dengan yang lainnya. Terdapat gaya total yang besarnya nol pada molekul di dalam volume cairan, tetapi molekul permukaan ditarik di dalam volume cairan, sehingga cairan cenderung memperkecil luas permukaannya, hanya dengan meregang lapisan.

Surfaktan adalah suatu zat yang memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan suatu medium dan tegangan antarmuka antara dua fase yang berbeda derajat polaritasnya. Istilah antarmuka menunjuk pada sisi antara dua fase yang tidak saling melarutkan, sedangkan istilah permukaan menunjuk pada antar muka di mana salah satu fasenya berupa udara (gas) (Rosen 2004).

Zat cair (etanol, detergen dan minyak tanah) memiliki tegangan permukaan rendah sehingga jumlah tetesan yang diihasilkan tinggi. Sedangkan akuades dan NaCl 20 % memiliki tegangan permukaan tinggi sehingga gaya tolak untuk mempertahankan luas permukaan tinggi, jadi jumlah tetesan yang dihasilkan larutan ini rendah. Molekul-molekul yang tedapat pada air dan NaCl berinteraksi lebiih kuat yang mengakibatkan tiap tetes yang dihasilkan lebih besar, sehingga jumlah tetesannya rendah. Hal ini menunjukkan semakin besar tegangan permukaan suatu larutan maka semakin kuat permukaan larutan memberikan gaya tolak atas benda yang ada di atasnya.

Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase terdispersi ataupun pendispersi, maka emulsi digolongkan menjadi 2: Emulsi tipe w/o (emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar ke dalam minyak, air berfungsi sebagai fase terdispersi & minyak sebagai fase pendispersi) dan Emulsi tipe o/w (emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke dalam air).

Emulsi minyak kelapa dan air bersifat tidak stabil, termasuk tipe w/o, dan minyak terlihat pucat. Emulsi minyak kelapa dan sabun bersifat stabil, dan termasuk tipe o/w. Emulsi minyak kelapa dan gum arab bersifat metastabil, termasuk tipe o/w, dan gum arab sebagai emulsifier mengikat air (polar) dan minyak (non polar). Emulsi susu termasuk tipe o/w karena konsentrasi minyak yang terwarnai lebih banyak. Emulsi margarin bertipe w/o karena sebagian besar minyak terwarnai oleh sudan merah.

Gum arab dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas. Jenis pengental ini juga tahan panas pada proses yang menggunakan panas namun lebih baik jika panasnya dikontrol untuk mempersingkat waktu pemanasan. Gum arab dapat digunakan untuk pengikatan flavor, bahan pengental, pembentuk lapisan tipis dan pemantap emulsi (Alinkois 1989).Gum arab mempunyai gugus arabinogalactan protein (AGP) dan glikoprotein (GP) yang berperan sebagai pengemulsi dan pengental (Gaonkar,1995).

Susu termasuk emulsi cair karena zat fase cair terdispersi dalam zat fase cair. Artinya, zat terdispersi berfase cair dan zat pendispersi (medium) juga berfase cair. Susu termasuk koloid karena secara makroskopis bersifat homogen, tetapi heterogen jika diamati dengan mikroskop ultra, dapat disaring dengan penyaring ultra. Susu memiliki komposisi yang berkisar pada 87,7% air, 4,9% laktosa (karbohidrat), 3,4% lemak, 3,3% protein, dan 0,7% mineral. Keberadaan campuran partikel laktosa, lemak dan protein yang terdispersi secara merata dalam air ini akan menyebabkan kelakuan sifat materi yang tergolong sebagai koloid.
Daftar Pustaka
Alinkolis, J. J. 1989. Candy Technology. The AVI Publishing Co. Westport-Connecticut.
Carpenito LG. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinis.
Gaonkar, A. G. 1995. Inggredient Interactions Effects on Food Quality. Marcell Dekker, Inc., New York. Issuryanti M, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Nursing Diagnosis: Aplication to Clinical Practice. Ed ke-9.
McPherson RA, Sacher RA. 2004. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan 
laboratorium. Pendit BU, Wulandari D, penerjemah; Hartanto H, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari:Widmann’s Clinical Interpretation of Laboratory Tesis. Ed ke-11.
Rosen, Day A.2004. Analisis Kimia KulitatifEdisi ke-4 Jakarta (ID): Erlangga.


Semoga bermanfaat bagi kalian dan semangat terus belajar.
Sekian dan terimakasih. 

Jangan lupa comment and Share ya. Salam ByFen!

0 komentar:

Post a Comment