Thursday, 29 December 2016

Akibat Tidak Berfungsinya Badan Golgi

Badam golgi seharusnya dapat menjalankan aktivitas sesuai dengan fungsinya. Karena apabila badan golgi tidak berfungsi sebagaimana mestinya maka akan timbul masalah mekanisme dalam sel. Mekanisme yang tidak sesuai di dalam sel akan menimbulkan penyakit yang cukup berbahaya. Berikut contoh penyakitnya:

  1. Diabetes

Penyakit diabetes sangat berhubungan erat dengan gangguan pada badan golgi. Hal ini disebabkan karena badan golgi tidak mampu melakukan sekresi asam amino menjadi hormon, terutama hormon insulin yang berfungsi mengubah glukosa menjadi glikogen. Apabila terjadi kerusakan pada badan golgi maka mengganggu produksi hormon insulin yang berguna bagitubuh. Akibatnya produksi hormon insulin akan menurun dan sebaliknya akan terjadi penumpukkan glukosa didalam darah karena tidak ada hormon yang dapat mengubah glukosa menjadi glikogen selain hormon insulin. Hal ini merupakan salah satu penyebat timbulnya penyakit diabetes.

  1. Kanker


Munculnya kanker secara tidak langsung juga disebabkan karena gangguan pada Badan Golgi. Hal ini juga berkaitan dengan fungsi Badan Golgi sebagai tempat sekresi asam aminountuk membentuk hormon. Salah satu hormon yang berperan dalam perkembangan sel kanker adalah hormon estrogen. Hormon estrogen ini berfungsi dalam merangsang pertumbuhan seltidak terkecuali juga untuk sel kanker. Sehingga dapat berpotensi meningkatkan perkembangan sel kanker tersebut. Salah satu hormon yang dapat menghambat perkembangansel adalah hormon progestron yang dapat melindungi perkembangan sel yang berlebihan. Halini akan menjadi salah satu masalah apabila badan golgi mensekresi terlalu banyak hormon estrogen serta terlalu sedikit mensekresikan hormon progestron. Hal ini akan menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan hormon. Akibatnya hormon estrogen akan terus merangsang perkembanagan sel kanker tanpa dihalangi oleh hormon progestron.

Friday, 16 December 2016

Ditemukannya Asal Protein Di Dalam Inti Sel

Seperti yang kita tahu protein sangatlah penting dalam proses metabolisme tubuh. Dalam sel terdapat protein yang nantinya akan disintesis oleh inti. Protein tidak hanya ditemukan dari luar sel tetapi juga ada yang ditemukan dari dalam sel  Ada beberapa peluang asal protein-protein ditemukan di dalam inti sel. Protein dalam inti sel dapat berasal dari dalam inti sel itu sendiri. Sintesis di dalam inti sel dapat menghasilkan protein dengan melibatkan ribosom yang ada di inti dan mRNA yang belum disekresikan ke sitoplasma. Protein dihasilkan dari sintesis protein berdasarkan informasi genetik yang ada di DNA. Lokasi awal sintesis protein adalah inti. Protein sendiri tidak diproduksi dalam jumlah besar dalam organel ini, namun transkrip RNA dari instruksi genetik untuk sintesis protein yang diproduksi di sana. Setelah transkripsi, transkrip RNA pindah dari inti sehingga transkrip dapat diterjemahkan oleh ribosom, yang tidak hadir dalam jumlah besar di inti. Transkripsi terjadi hampir tanpa henti dalam inti sel, karena ada permintaan seluler yang konstan untuk lebih banyak protein. 
Protein Sel
Protein dalam sel (ByFen)
Dalam semua sel hidup, proses menerjemahkan informasi genetik dari DNA ke protein yang melakukan sebagian besar pekerjaan dalam sel dilakukan oleh mesin molekuler yang terbuat dari kombinasi RNA dan protein. RNA atau mRNA, menggerakan informasi genetik dari DNA ke ribosom. Messenger RNA menyediakan ribosom dengan cetak biru untuk membangun protein. Ribosom menggunakan informasi dalam messenger RNA untuk menghubungkan bersama transfer RNA mengikat asam amino untuk membuat setiap jenis yang berbeda dari protein dalam sel. Sel manusia membuat hampir 100.000 jenis protein, masing-masing dengan urutan mRNA yang unik.
Ada pula protein dihasilkan dari organel sitosol. Sitosol adalah komponen sel di dalam sitoplasma yang berupa cairan. Sebagian metabolisme sel terjadi di sini. Protein dalam sitosol berperan penting dalam jalur transduksi sinyal seluler dan glikolisis. Sebagian besar sitosol terdiri atas air, ion terlarut, molekul kecil, dan sejumlah besar molekul larut air (seperti protein). Mengandung sekitar 20-30% protein. Protein yang berasal dari sitosol disintesis terlebih dahulu kemudian akan ditransport ke dalam inti sel melalui pori-pori inti. Dalam hal ini protein mempunyai sinyal pengenal agar dapat melintasi pori-pori inti dan masuk ke dalam inti
Protein juga berasal dari sintesis yang dilakukan oleh ribosom yang menempel di retikulum endoplasma. ribosom adalah tempat sintesis protein – ribosom dapat ditemukan di sitosol, bagian cairan seperti sitoplasma, atau melekat pada retikulum endoplasma kasar. Ribosom yang menempel pada membran retikulum endoplasma akan mensintesis protein menuju lumen retikulum endoplasma. Setelah itu protein tersebut akan ditransportasikan masuk ke dalam inti melalui pori-pori inti.. Sebuah proses yang dikenal sebagai translasi, dimana transkrip RNA diterjemahkan ke protein fungsional, yang berlangsung di ribosom.
Translasi, proses di mana sebuah untai RNA digunakan dalam pengembangan protein, mengambil tempat di ribosom. Ribosom menghubungkan asam amino menjadi rantai panjang. Rantai ini umumnya tidak berguna sebagai rantai linear, tetapi sifat-sifat kimia asam amino dan lokasi mereka dalam rantai menyebabkan mereka untuk melipat menjadi bentuk fungsional. Dalam banyak kasus, lipatan ini terjadi selama sintesis – tepat di tempat sintesis protein – sementara dalam kasus lain, protein lain harus membantu dalam proses pelipatan. Struktur berfungsi untuk mengangkut protein tertentu, terutama protein sekretori, untuk lokasi selular yang berbeda. Setelah meninggalkan lokasi tempat mereka disintesis, protein yang dengan sinyal rantai yang menyebabkan mereka untuk diarahkan ke tujuan tertentu ditandai. Tempat sintesis, maka, tidak selalu dekat dengan tempat di mana protein tersebut benar-benar digunakan.

Thursday, 15 December 2016

Kadar Glukosa Dalam Darah

Glukosa di dalam darah dikendalikan oleh beberapa mekanisme homeostatik yang dalam keadaan sehat akan mempertahankan kadar gula darah pada rentang 70 sampai 110 mg/dL dalam keadaan puasa. Setelah ingesti makanan yang mengandung banyak glukosa, secara normal kadar glukosa darah tidak melebihi 170 mg/dL. Banyak hormon yang ikut serta dalam mempertahankan kadar glukosa darah yang kuat, baik dalam keadaan normal (steady-state) maupun sebagai respon terhadap stres. Beberapa hormon yang mempengaruhi kadar glukosa darah antara lain hormon insulin, somatostatin, glukagon, epinefrin, kortisol, ACTH, hormon pertumbuhan, dan tiroksin. Pengukuran glukosa darah sering dilakukan untuk memantau keberhasilan mekanisme-mekanisme regulatorik ini. Penyimpangan yang berlebihan dari normal, baik terlalu tinggi atau terlalu rendah, mengisyaratkan gangguan homeostatis (Sacher & Richard 2007).

Darah mengandung glukosa
Darah Mengandung Glukosa (ByFen
Kadar glukosa darah meningkat seiring dengan pencernaan dan penyerapan glukosa dari makanan. Pada individu yang sehat dan normal, kadar tersebut tidak melebihi sekitar 140 mg/dL karena jaringan akan menyerap glukosa dari darah, menyimpannya untuk digunakan kemudian, atau mengoksidasinya untuk menghasilkan energi. Apabila kadar glukosa terus meningkat setelah makan, konsentrasi glukosa yang tinggi dapat menyebabkan keluarnya air dari jaringan akibat efek osmotik glukosa. Jaringan akan mengalami dehidrasi dan fungsinya akan terganggu. Dehidrasi otak dapat menyebabkan koma hiperosmolar. Selain itu, apabila kadar glukosa darah terus turun setelah makan, jaringan yang bergantung pada glukosa akan mengalami kekurangan energi. Apabila kadar glukosa turun secara mendadak, otak tidak mampu membentuk ATP dalam jumlah memadai. Akan timbul pusing dan kepala terasa ringan, diikuti oleh mengantuk, dan akhirnya koma. Konsekuensi kelebihan atau kekurangan glukosa yang berbahaya dalam keadaan normal dihindari karena tubuh mampu mengatur kadar glukosa darahnya (Marks 2000). 
Rendahnya kadar glukosa dalam serum darah sapi, selain dapat menghambat sintesis atau pelepasan gonadothropin releasing hormone (GnRH), juga menghambat pelepasan follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH), menyebabkan terhambatnya perkembangan folikel, ovum, estrogen, dan progesteron. Kekurangan nutrisi juga berdampak pada kematian ovum, embrio, dan fetus karena tidak cukupnya hormon steroid ovarium. Tingginya kadar glukosa darah dalam serum sapi, lambat laun dapat merusak organ tubuh yang penting seperti mata, syaraf, ginjal bahkan jantung. Kadar yang tinggi ini dapat disebabkan oleh efek samping Protease Inhibitor (PI). Kadar glukosa darah normal pada sapi (dalam serum atau plasma darah) yaitu 65-110 mg/dL (3.6-6.1 mmol/L) (Girinda1989).
Prinsip yang digunakan dalam penentuan kadar glukosa dalam darah sapi ini yaitu, filtrat darah bebas protein yang mengandung gula direaksikan dengan larutan kupritartrat dalam suasana basa. Ion kupri akan direduksi oleh gula menjadi kupro dan mengendap sebagai Cu2O. Dengan menambahkan pereaksi fosfomolibdat, maka Cu2O akan melarut lagi dan warna larutan akan menjadi biru tua, karena adanya oksida Mo. Ekstingsi dari larutan akan diukur pada panjang gelombang 660 nm dengan spektrofotometer. Hukum Lambert Beer dapat digunakan untuk menentukan kadar gula dalam sampel (Wijaya 2014).
Spektrofotometri adalah salah satu cara yang dapat digunakan dalam penentuan kadar glukosa dalam darah. Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada absorpsi radiasi elektromagnet. Cahaya terdiri dari radiasi terhadap gelombang dengan panjang berlainan yang akan menimbulkan cahaya yang berlainan pula, sedangkan campuran cahaya yang berbeda panjang gelombangnya ini akan menyusun cahaya putih. Cahaya putih meliputi seluruh spektrum nampak 400-760 mm. Spektrofotometri terjadi bila terjadi perpindahan elektron dari tingkat energi yang rendah ketingkat energi yang lebih tinggi. Perpindahan elektron tidak diikuti oleh perubahan arah spin, hal ini dikenal dengan sebutan tereksitasi singlet. Besar penyerapan cahaya (absorbansi) dari suatu kumpulan atom atau molekul dinyatakan oleh Hukum Beer-Lambert. Hukum Lambert menyatakan bahwa proporsi berkas cahaya datang yang diserap oleh suatu bahan atau medium tidak bergantung pada intensitas berkas cahaya yang datang. Hukum Lambert ini tentunya hanya berlaku jika di dalam bahan atau medium tersebut tidak ada reaksi kimia ataupun proses fisis yang dapat dipicu atau diimbas oleh berkas cahaya datang tersebut (Hawab 2005).
Nilai absorbansi didapat dengan menembakkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu ke sampel darah lalu membandingkan nilai intensitas cahaya yang masuk dan yang keluar dari sampel darah. Dengan demikian, mengukur kadar glukosa darah dapat lebih praktis dan akurat tanpa melalui proses fisis kimiawi (Tamridho 2010). Besarnya kemampuan molekul-molekul zat terlarut untuk mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang tertentu dikenal dengan istilah absorbansi (A), yang setara dengan nilai konsentrasi larutan tersebut dan panjang berkas cahaya yang dilalui (biasanya 1 cm dalam spektrofotometer) ke suatu point dimana presentase jumlah cahaya yang ditransmisikan/diabsopsi diukur dengan photobe (Sabrina 2011).
Besarnya penyerapan cahaya (absorbansi) dari suatu kumpulan atom/molekul dinyatakan oleh Hukum Lambert-Beer. Hukum Lambert menyatakan bahwa proporsi berkas cahaya datang yang diserap oleh suatu bahan/medium tidak bergantung pada intensitas berkas cahaya yang datang. Menurut hukum Lambert-Beer, absorbsi berbanding lurus dengan panjang lintasan dan konsentrasi, sehinggaabsorbsi tidak mempunyai limitasi terkait dengan panjang lintasan. Selain itu, absorbsi berbanding lurus dengan konsentrasi kecuali untuk konsentrasi yang terlalu tinggi atau jika terjadi reaksi kimia. Biasanya,A menjadi nonlinier jika c> 0.10 M. Pada konsentrasi diatas 0.10 M, jarak antar molekul analit menjadi cukup dekat, yang mempengaruhi distribusi muatan, sehingga mengubah cara molekul melakukan serapan (mengubah e). Selain itu, A menjadi nonlinier jika terjadi reaksi kimia. Jika analit mengalami assosiasi, dissosiasi atau bereaksi dengan pelarut atau komponen lain dalam larutan, penyimpangan hukum Lambert-Beer akan terjadi (Elisa 2008). Panjang gelombang yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu 660 nm, berada di daerah cahaya tampak, yaitu daerah spektrum merah (Rhiza 2012).
Kadar glukosa darah yang diketahui dapat membantu memprediksi metabolismme yang mungkin terjadi dalam sel dengan kandungan gula yang tersedia. Jika kandungan glukosa dalam tubuh hewan sangat berlebih maka glukosa tersebut akan mengalami reaksi katabolisme secara enzimatik untuk menghasilkan energi. Namun jika kandungan glukosa tersebut dibawah batas minimum, maka asam piruvat yang dihasilkan dari proses katabolisme bisa mengalami proses enzimatik secara anabolisme melalui glukoneogenesis untuk mensintesis glukosa dan  memenuhi kadar normal glukosa. Percobaan yang dihasilkan memperoleh hasil bahwa kadar glukosa darah dalam sampel darah sapi adalah 0.475 mg/mL atau setara dengan 474.90 mg/dL. Kadar glukosa darah normal pada sapi (dalam serum atau plasma darah) yaitu 65-110 mg/dL.Berdasarkan literatur tersebut, nyatalah bahwa terjadi kelebihan kandungan glukosa darah daam sampel, artinya, sapi yang diambil sampel darahnya mengalami kelainan seperti yang telah disebutkan di atas (Girinda 1989).
Fungsi penambahan akuades adalah mengencerkan darah sehingga albumin dalam darah akan larut oleh akuades.Albumin adalah protein yang dapat larut dalam air serta dapat terkoagulasi oleh panas. Albumin terdapat dalam serum darah dan putih telur. Penambahan Na-wolframat bertujuan mengendapkan albumin yang terlarut dalam air. H2SO4 berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi pengendapan albumin oleh Na-wolframat (Poedjiadi 1994).
Saat penambahan kupritartrat, ion kupri akan direduksi oleh gula menjadi kupro dan mengendap sebagai Cu2O. Dengan menambahan pereaksi fosfomolibdat kuprooksida melarut lagi dan warna larutan akan berubah menjadi biru tua disebabkan oleh adanya oksidasi Mo. Intensitaas warna larutan adalah ukuran banyaknya gula yang ada di dalam filtrat (Girinda 1989).

Daftar Pustaka
Anna P. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta(ID): UI-Press.
Elisa. 2008. Spektroskopi. Yogyakarta(ID): UGM Press.
Girinda A. 1989. Biokimia Patologi. Bogor(ID): IPB Press.
Hawab HM. 2005. Pengantar Biokimia. Malang(ID): Bayumedia.
Marks DB. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta(ID): EGC.
Rhiza L.  2012.  Prinsip Penyerapan Cahaya oleh Tumbuhan. Makassar(ID): Universitas Hasanuddin.
Sacher & Richard. 2007. Laboraturium: Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan. Jakarta(ID): EGC.
Sabrina Q. 2011. Kajian Sifat Optis pada Glukosa Darah. Jakarta(ID): UINS.
Tamridho. 2010. Rancang Bangun Alat Pengukur Kadar Gula Darah. Jakarta(ID): Universitas Indonesia
Wijaya H. 2014. Pemeriksaan darah Pengantar Biokimia. Jakarta(ID): Universitas Esaunggul.

Tuesday, 13 December 2016

Vitamin Dalam Tubuh

Vitamin adalah senyawa organik yang termasuk bahan makanan esensial yang diperlukan oleh tubuh, tetapi tubuh sendiri tidak dapat mensintesisnya. Vitamin yang dapat disintesis oleh tubuh memang ada, namun laju sintesisnya kurang dari yang dibutuhkan oleh tubuh untuk tetap sehat. Meskipun di dalam tubuh vitamin tidak dipergunakan untuk mendapatkan tenaga seperti lemak atau karbohidrat dan juga idak dipakai sebagai zat pembangun seperti protein, vitamin tetap dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan melalui peranannya sebagai enzim pembantu dalam proses metabolisme. Fungsi khusus berbagai vitamin sangat berbeda antara satu dan yang lain. Oleh karena itu, sulit menyamaratakan fungsi vitamin dalam gizi manusia (Sumardjo 2008).
vitamin bagi tubuh
Vitamin Penting Dalam Tubuh (ByFen)

Berdasarkan kelarutannya, vitamin digolongkan dalam dua kelompok, yaitu vitamin yang larut dalam lemak dan vitamin yang larut dalam air, karena yang pertama dapat diekstraksi dari bahan makanan dengan pelarut lemak dan yang terakhir dengan air. Vitamin yang larut dalam air terdiri atas asam askorbat (vitamin C) dan B kompleks (B1 s.d.B12), yang selain mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, juga mengandung nitrogen, sulfur atau kobalt (wiwik 2003). Vitamin yang larut dalam air memiliki beberapa sifat umum di antaranya, tidak hanya tersusun atas unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen, tidakmemiliki provitamin, terdapat di semua jaringan, sebagai prekusor enzim-enzim, diserap dengan proses difusi biasa, tidak disimpan secara khusus dalam tubuh, diekskresi melalui urin, dan relatif lebih stabil meskipun pada temperatur berlebihan menimbulkan kelabilan. Vitamin yang larut dalam lemak yaitu A, D, E dan K. Vitamin yang larut dalam lemak memiliki beberapa sifat umum, antara lain tidak terdapat di semua jaringan, terdiri dari unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen, memiliki bentuk prekusor atau provitamin, menyusun struktur jaringan tubuh, diserap bersama lemak, disimpan bersama lemak dalam tubuh, diekskresi melalui feses, kurang stabil jika dibandingkan vitamin B, dapat dipengaruhi oleh cahaya, oksidasi dan lain sebagainya (Winarno 2004).

Penentuan kadar vitamin C dilakukan dengan titrimetri. Volumetri atau titrimetri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang didasarkan pada pengukuran volume titran yang bereaksi sempurna dengan analit. Titran merupakan zat yang digunakan untuk mentitrasi sedangkan analit adalah zat yang akan ditentukan konsentrasi/kadarnya. Prinsip titrimetri dibedakan menjadi dua, yaitu titrimetri langsung dan tidak langsung. Prinsip titrimetri tidak langsung dilakukan terhadap zat – zat oksidator berupa garam – garam besi (III) dan tembaga sulfat dimana zat – zat oksidator ini direduksi dulu oleh kalium iodida dan iodin dalam jumlah yang setara dan ditentukan  kembali dengan larutan naatrium  tiosulfat baku (Baaset 1994). Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kadar vitamin C dalam tablet dan dalam buah.
Penentuan kadar vitamin C dalam suatu bahan dilakukan dengan iodometri tidak langsung. Iodometri tidak langsung dilakukan dengan penitrannya adalah larutan tiosulfat 0,1 N. Iod akan bereaksi terhadap titran yang berlebih dengan perubahan warna merah menjadi kuning pucat. Prinsip reaksinya adalah amilum dengan I2 membentuk suatu komplek berwarna biru tua bereaksi terhadap kehadiran titran dengan berubah menjadi kuning pucat, sehingga titik akhir titrasi tampak jelas dengan terjadinya perubahan warna (titik ekivalen) (Mulyono 2005).
Iodimetri adalah oksidasi kuatitatif dari senyawa pereduksi dengan menggunakan iodium. Iodimetri terbagi menjadi dua, iodimetri langsung dan iodimetri tidak langsung. Iodimetri langsung, bahan pereduksi langsung dioksidasi dengan larutan baku iodium, contohnya pada penetapan kadar asam askorbat. Iodimetri tidak langsung, bahan pereduksi dioksidasi dengan larutan baku iodium dalam jumlah berlebih, dan kelebihan iod akan dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat, contohnya pada penetapan kadar natrium tiosulfat (Sunita 2004).
Vitamin C merupakan antioksidan alami yang dapat menangkal radikal bebas dihasilkan tubuh ketika melakukan proses merubah makanan menjadi energi. Vitamin C dapat membantu menurunkan laju mutasi dalam tubuh yang menyebabkan berbagai penyakit degeneratif seperti kanker. Vitamin C berperan sebagai pembentuk kolagen yang merupakan protein penting penyusun jaringan kulit, sendi, tulang, dan jaringan penyokong lainnya. Selain itu, vitamin C berperan dalam menjaga bentuk dan struktur dari berbagai jaringan di dalam tubuh, seperti otot, berperan dalam penutupan luka, dan memberikan perlindungan dari infeksi mikroorganisme patogen. Melalui mekanisme inilah vitamin C berperan dalam menjaga kebugaran tubuh dan membantu mencegah berbagai jenis penyakit. Vitamin C membantu pertumbuhan, mencegah penuaan, mengendalikan kadar kolesterol, dan dapat mempercepat proses pemulihan (Akhilender 2003).



Fungsi larutan H2SO4 ditambahkan agar larutan Iod tidak mengalami oksidasi saat dicampurkan dengan larutan vitamin C yang bersifat oksidator dan sebagai katalis. Fungsi pereaksi Iod dan pati ditambahkan sebagai indikator pada saat titrasi untuk menentukan kadar vitamin C. Rerata kadar vitamin C 1 tablet = 50 mg. Beberapa syarat yang harus dipenuhi pada penitaran adalah reaksi harus berlangsung sempurna, tunggal, dan menurut persamaan reaksi yang jelas. Dengan demikian semua sampel bereaksi dengan penitar, tidak ada yang tersisa. Kedua, reaksi berjalan cepat, reaksi yang cepat akan mempertajam perubahan warna yang terjadi pada titik akhir. Ketiga, ada indikator yang sesuai dan ada larutan baku (Krisno 2001). 

Daftar Pustaka
Akhilender. 2003. Dasar-Dasar Biokimia 1. Jakarta(ID): Erlangga.
Gibson J. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta(ID): EGC.
IKAPI. 2006. Makanan Fungsional. Yogyakarta(ID): Kanisius.
Krisno, Budiyanto, Agus. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang(ID) : UMM Press.
Mulyono HAM. 2005. Kamus Kimia. Jakarta(ID): Bumi Aksara.
Sumardjo D. 2008. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran. Jakarta(ID): EGC.
Sunita A. 2004. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta(ID): UI Press.
Triwahyuni E dan Yusrin. 2010. Penggunaan Metode Kompleksometri pada Penetapan Kadar Seng Sulfat dalam Campuran Seng Sulfat dengan Vitamin C. UNIMUS.
Widiarto S. 2009. Kimia Analitik. Lampung(ID): UNILA.
Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta(ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
Wiwik S. 2003. Pengaruh suplementasi besi dan vitamin C terhadap asupan zat gizi dan kadar hemoglobin anak Sekolah Dasar di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat.19: 46-47.