Glukosa di dalam darah
dikendalikan oleh beberapa mekanisme homeostatik yang dalam keadaan sehat akan
mempertahankan kadar gula darah pada rentang 70 sampai 110 mg/dL dalam keadaan
puasa. Setelah ingesti makanan yang mengandung banyak glukosa, secara normal
kadar glukosa darah tidak melebihi 170 mg/dL. Banyak hormon yang ikut serta
dalam mempertahankan kadar glukosa darah yang kuat, baik dalam keadaan normal (steady-state) maupun sebagai respon terhadap stres. Beberapa hormon yang
mempengaruhi kadar glukosa darah antara lain hormon insulin, somatostatin,
glukagon, epinefrin, kortisol, ACTH, hormon pertumbuhan, dan tiroksin.
Pengukuran glukosa darah sering dilakukan untuk memantau keberhasilan
mekanisme-mekanisme regulatorik ini. Penyimpangan yang berlebihan dari normal, baik
terlalu tinggi atau terlalu rendah, mengisyaratkan gangguan homeostatis (Sacher
& Richard 2007).
|
Darah Mengandung Glukosa (ByFen
|
Kadar
glukosa darah meningkat seiring dengan pencernaan dan penyerapan glukosa dari
makanan. Pada individu yang sehat dan normal, kadar tersebut tidak melebihi
sekitar 140 mg/dL karena jaringan akan menyerap glukosa dari darah,
menyimpannya untuk digunakan kemudian, atau mengoksidasinya untuk menghasilkan
energi. Apabila kadar glukosa terus meningkat setelah makan, konsentrasi
glukosa yang tinggi dapat menyebabkan keluarnya air dari jaringan akibat efek
osmotik glukosa. Jaringan akan mengalami dehidrasi dan fungsinya akan
terganggu. Dehidrasi otak dapat menyebabkan koma hiperosmolar. Selain itu,
apabila kadar glukosa darah terus turun setelah makan, jaringan yang bergantung
pada glukosa akan mengalami kekurangan energi. Apabila kadar glukosa turun
secara mendadak, otak tidak mampu membentuk ATP dalam jumlah memadai. Akan
timbul pusing dan kepala terasa ringan, diikuti oleh mengantuk, dan akhirnya
koma. Konsekuensi kelebihan atau kekurangan glukosa yang berbahaya dalam
keadaan normal dihindari karena tubuh mampu mengatur kadar glukosa darahnya
(Marks 2000).
Rendahnya kadar glukosa dalam serum darah sapi,
selain dapat menghambat sintesis atau pelepasan gonadothropin releasing hormone
(GnRH), juga menghambat pelepasan follicle
stimulating hormone (FSH) dan luteinizing
hormone (LH), menyebabkan terhambatnya perkembangan folikel, ovum,
estrogen, dan progesteron. Kekurangan nutrisi juga berdampak pada kematian
ovum, embrio, dan fetus karena tidak cukupnya hormon steroid ovarium. Tingginya
kadar glukosa darah dalam serum sapi, lambat laun dapat merusak organ tubuh
yang penting seperti mata, syaraf, ginjal bahkan jantung. Kadar yang tinggi ini
dapat disebabkan oleh efek samping Protease Inhibitor (PI). Kadar glukosa darah
normal pada sapi (dalam serum atau plasma darah) yaitu 65-110 mg/dL (3.6-6.1
mmol/L) (Girinda1989).
Prinsip yang digunakan dalam
penentuan kadar glukosa dalam darah sapi ini yaitu, filtrat darah bebas protein
yang mengandung gula direaksikan dengan larutan kupritartrat dalam suasana
basa. Ion kupri akan direduksi oleh gula menjadi kupro dan mengendap sebagai Cu2O.
Dengan menambahkan pereaksi fosfomolibdat, maka Cu2O akan melarut
lagi dan warna larutan akan menjadi biru tua, karena adanya oksida Mo.
Ekstingsi dari larutan akan diukur pada panjang gelombang 660 nm dengan
spektrofotometer. Hukum Lambert Beer dapat digunakan untuk menentukan kadar
gula dalam sampel (Wijaya 2014).
Spektrofotometri adalah salah
satu cara yang dapat digunakan dalam penentuan kadar glukosa dalam darah.
Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada absorpsi
radiasi elektromagnet. Cahaya terdiri dari radiasi terhadap gelombang dengan
panjang berlainan yang akan menimbulkan cahaya yang berlainan pula, sedangkan
campuran cahaya yang berbeda panjang gelombangnya ini akan menyusun cahaya
putih. Cahaya putih meliputi seluruh spektrum nampak 400-760 mm.
Spektrofotometri terjadi bila terjadi perpindahan elektron dari tingkat energi yang
rendah ketingkat energi yang lebih tinggi. Perpindahan elektron tidak diikuti
oleh perubahan arah spin, hal ini dikenal dengan sebutan tereksitasi singlet.
Besar penyerapan cahaya (absorbansi) dari suatu kumpulan atom atau molekul
dinyatakan oleh Hukum Beer-Lambert. Hukum Lambert menyatakan bahwa proporsi
berkas cahaya datang yang diserap oleh suatu bahan atau medium tidak bergantung
pada intensitas berkas cahaya yang datang. Hukum Lambert ini tentunya hanya
berlaku jika di dalam bahan atau medium tersebut tidak ada reaksi kimia ataupun
proses fisis yang dapat dipicu atau diimbas oleh berkas cahaya datang tersebut
(Hawab 2005).
Nilai absorbansi didapat dengan
menembakkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu ke sampel darah lalu
membandingkan nilai intensitas cahaya yang masuk dan yang keluar dari sampel
darah. Dengan demikian, mengukur kadar glukosa darah dapat lebih praktis dan
akurat tanpa melalui proses fisis kimiawi (Tamridho 2010). Besarnya kemampuan
molekul-molekul zat terlarut untuk mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang
tertentu dikenal dengan istilah absorbansi (A), yang setara dengan nilai
konsentrasi larutan tersebut dan panjang berkas cahaya yang dilalui (biasanya 1
cm dalam spektrofotometer) ke suatu point dimana presentase jumlah cahaya yang
ditransmisikan/diabsopsi diukur dengan photobe (Sabrina 2011).
Besarnya penyerapan cahaya (absorbansi)
dari suatu kumpulan atom/molekul dinyatakan oleh Hukum Lambert-Beer. Hukum
Lambert menyatakan bahwa proporsi berkas cahaya datang yang diserap oleh suatu
bahan/medium tidak bergantung pada intensitas berkas cahaya yang datang. Menurut hukum Lambert-Beer, absorbsi berbanding lurus dengan panjang
lintasan dan konsentrasi, sehinggaabsorbsi tidak mempunyai limitasi terkait dengan
panjang lintasan. Selain itu, absorbsi berbanding lurus dengan
konsentrasi kecuali untuk konsentrasi yang terlalu tinggi atau jika terjadi
reaksi kimia. Biasanya,A menjadi
nonlinier jika c> 0.10 M. Pada konsentrasi diatas 0.10 M, jarak antar
molekul analit menjadi cukup dekat, yang mempengaruhi distribusi muatan,
sehingga mengubah cara molekul melakukan serapan (mengubah e). Selain
itu, A menjadi nonlinier jika terjadi reaksi kimia. Jika analit mengalami
assosiasi, dissosiasi atau bereaksi dengan pelarut atau komponen lain dalam
larutan, penyimpangan hukum Lambert-Beer akan terjadi (Elisa 2008). Panjang
gelombang yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu 660 nm, berada di
daerah cahaya tampak, yaitu daerah spektrum merah (Rhiza 2012).
Kadar glukosa darah yang
diketahui dapat membantu memprediksi metabolismme yang mungkin terjadi dalam
sel dengan kandungan gula yang tersedia. Jika kandungan glukosa dalam tubuh
hewan sangat berlebih maka glukosa tersebut akan mengalami reaksi katabolisme
secara enzimatik untuk menghasilkan energi. Namun jika kandungan glukosa
tersebut dibawah batas minimum, maka asam piruvat yang dihasilkan dari proses
katabolisme bisa mengalami proses enzimatik secara anabolisme melalui
glukoneogenesis untuk mensintesis glukosa dan
memenuhi kadar normal glukosa. Percobaan yang dihasilkan memperoleh
hasil bahwa kadar glukosa darah dalam sampel darah sapi adalah 0.475 mg/mL atau
setara dengan 474.90 mg/dL. Kadar glukosa darah normal pada sapi (dalam serum
atau plasma darah) yaitu 65-110 mg/dL.Berdasarkan literatur tersebut, nyatalah
bahwa terjadi kelebihan kandungan glukosa darah daam sampel, artinya, sapi yang
diambil sampel darahnya mengalami kelainan seperti yang telah disebutkan di
atas (Girinda 1989).
Fungsi penambahan akuades adalah mengencerkan darah sehingga albumin dalam
darah akan larut oleh akuades.Albumin adalah
protein yang dapat larut dalam air serta dapat terkoagulasi oleh panas. Albumin
terdapat dalam serum darah dan putih telur. Penambahan
Na-wolframat bertujuan mengendapkan albumin yang terlarut dalam air. H2SO4
berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi pengendapan albumin oleh
Na-wolframat (Poedjiadi 1994).
Saat penambahan kupritartrat, ion kupri akan
direduksi oleh gula menjadi kupro dan mengendap sebagai Cu2O. Dengan
menambahan pereaksi fosfomolibdat kuprooksida melarut lagi dan warna larutan
akan berubah menjadi biru tua disebabkan oleh adanya oksidasi Mo. Intensitaas
warna larutan adalah ukuran banyaknya gula yang ada di dalam filtrat (Girinda
1989).
Daftar Pustaka
Anna
P. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta(ID): UI-Press.
Elisa. 2008. Spektroskopi. Yogyakarta(ID): UGM
Press.
Girinda
A. 1989. Biokimia Patologi. Bogor(ID): IPB Press.
Hawab
HM. 2005. Pengantar Biokimia.
Malang(ID): Bayumedia.
Marks
DB. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta(ID):
EGC.
Rhiza
L. 2012.
Prinsip Penyerapan Cahaya oleh
Tumbuhan. Makassar(ID): Universitas Hasanuddin.
Sacher
& Richard. 2007. Laboraturium: Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan.
Jakarta(ID): EGC.
Sabrina
Q. 2011. Kajian Sifat Optis pada Glukosa
Darah. Jakarta(ID): UINS.
Tamridho.
2010. Rancang Bangun Alat Pengukur Kadar
Gula Darah. Jakarta(ID): Universitas Indonesia
Wijaya
H. 2014. Pemeriksaan darah Pengantar
Biokimia. Jakarta(ID): Universitas Esaunggul.