Thursday 15 December 2016

Kadar Glukosa Dalam Darah

Glukosa di dalam darah dikendalikan oleh beberapa mekanisme homeostatik yang dalam keadaan sehat akan mempertahankan kadar gula darah pada rentang 70 sampai 110 mg/dL dalam keadaan puasa. Setelah ingesti makanan yang mengandung banyak glukosa, secara normal kadar glukosa darah tidak melebihi 170 mg/dL. Banyak hormon yang ikut serta dalam mempertahankan kadar glukosa darah yang kuat, baik dalam keadaan normal (steady-state) maupun sebagai respon terhadap stres. Beberapa hormon yang mempengaruhi kadar glukosa darah antara lain hormon insulin, somatostatin, glukagon, epinefrin, kortisol, ACTH, hormon pertumbuhan, dan tiroksin. Pengukuran glukosa darah sering dilakukan untuk memantau keberhasilan mekanisme-mekanisme regulatorik ini. Penyimpangan yang berlebihan dari normal, baik terlalu tinggi atau terlalu rendah, mengisyaratkan gangguan homeostatis (Sacher & Richard 2007).

Darah mengandung glukosa
Darah Mengandung Glukosa (ByFen
Kadar glukosa darah meningkat seiring dengan pencernaan dan penyerapan glukosa dari makanan. Pada individu yang sehat dan normal, kadar tersebut tidak melebihi sekitar 140 mg/dL karena jaringan akan menyerap glukosa dari darah, menyimpannya untuk digunakan kemudian, atau mengoksidasinya untuk menghasilkan energi. Apabila kadar glukosa terus meningkat setelah makan, konsentrasi glukosa yang tinggi dapat menyebabkan keluarnya air dari jaringan akibat efek osmotik glukosa. Jaringan akan mengalami dehidrasi dan fungsinya akan terganggu. Dehidrasi otak dapat menyebabkan koma hiperosmolar. Selain itu, apabila kadar glukosa darah terus turun setelah makan, jaringan yang bergantung pada glukosa akan mengalami kekurangan energi. Apabila kadar glukosa turun secara mendadak, otak tidak mampu membentuk ATP dalam jumlah memadai. Akan timbul pusing dan kepala terasa ringan, diikuti oleh mengantuk, dan akhirnya koma. Konsekuensi kelebihan atau kekurangan glukosa yang berbahaya dalam keadaan normal dihindari karena tubuh mampu mengatur kadar glukosa darahnya (Marks 2000). 
Rendahnya kadar glukosa dalam serum darah sapi, selain dapat menghambat sintesis atau pelepasan gonadothropin releasing hormone (GnRH), juga menghambat pelepasan follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH), menyebabkan terhambatnya perkembangan folikel, ovum, estrogen, dan progesteron. Kekurangan nutrisi juga berdampak pada kematian ovum, embrio, dan fetus karena tidak cukupnya hormon steroid ovarium. Tingginya kadar glukosa darah dalam serum sapi, lambat laun dapat merusak organ tubuh yang penting seperti mata, syaraf, ginjal bahkan jantung. Kadar yang tinggi ini dapat disebabkan oleh efek samping Protease Inhibitor (PI). Kadar glukosa darah normal pada sapi (dalam serum atau plasma darah) yaitu 65-110 mg/dL (3.6-6.1 mmol/L) (Girinda1989).
Prinsip yang digunakan dalam penentuan kadar glukosa dalam darah sapi ini yaitu, filtrat darah bebas protein yang mengandung gula direaksikan dengan larutan kupritartrat dalam suasana basa. Ion kupri akan direduksi oleh gula menjadi kupro dan mengendap sebagai Cu2O. Dengan menambahkan pereaksi fosfomolibdat, maka Cu2O akan melarut lagi dan warna larutan akan menjadi biru tua, karena adanya oksida Mo. Ekstingsi dari larutan akan diukur pada panjang gelombang 660 nm dengan spektrofotometer. Hukum Lambert Beer dapat digunakan untuk menentukan kadar gula dalam sampel (Wijaya 2014).
Spektrofotometri adalah salah satu cara yang dapat digunakan dalam penentuan kadar glukosa dalam darah. Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada absorpsi radiasi elektromagnet. Cahaya terdiri dari radiasi terhadap gelombang dengan panjang berlainan yang akan menimbulkan cahaya yang berlainan pula, sedangkan campuran cahaya yang berbeda panjang gelombangnya ini akan menyusun cahaya putih. Cahaya putih meliputi seluruh spektrum nampak 400-760 mm. Spektrofotometri terjadi bila terjadi perpindahan elektron dari tingkat energi yang rendah ketingkat energi yang lebih tinggi. Perpindahan elektron tidak diikuti oleh perubahan arah spin, hal ini dikenal dengan sebutan tereksitasi singlet. Besar penyerapan cahaya (absorbansi) dari suatu kumpulan atom atau molekul dinyatakan oleh Hukum Beer-Lambert. Hukum Lambert menyatakan bahwa proporsi berkas cahaya datang yang diserap oleh suatu bahan atau medium tidak bergantung pada intensitas berkas cahaya yang datang. Hukum Lambert ini tentunya hanya berlaku jika di dalam bahan atau medium tersebut tidak ada reaksi kimia ataupun proses fisis yang dapat dipicu atau diimbas oleh berkas cahaya datang tersebut (Hawab 2005).
Nilai absorbansi didapat dengan menembakkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu ke sampel darah lalu membandingkan nilai intensitas cahaya yang masuk dan yang keluar dari sampel darah. Dengan demikian, mengukur kadar glukosa darah dapat lebih praktis dan akurat tanpa melalui proses fisis kimiawi (Tamridho 2010). Besarnya kemampuan molekul-molekul zat terlarut untuk mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang tertentu dikenal dengan istilah absorbansi (A), yang setara dengan nilai konsentrasi larutan tersebut dan panjang berkas cahaya yang dilalui (biasanya 1 cm dalam spektrofotometer) ke suatu point dimana presentase jumlah cahaya yang ditransmisikan/diabsopsi diukur dengan photobe (Sabrina 2011).
Besarnya penyerapan cahaya (absorbansi) dari suatu kumpulan atom/molekul dinyatakan oleh Hukum Lambert-Beer. Hukum Lambert menyatakan bahwa proporsi berkas cahaya datang yang diserap oleh suatu bahan/medium tidak bergantung pada intensitas berkas cahaya yang datang. Menurut hukum Lambert-Beer, absorbsi berbanding lurus dengan panjang lintasan dan konsentrasi, sehinggaabsorbsi tidak mempunyai limitasi terkait dengan panjang lintasan. Selain itu, absorbsi berbanding lurus dengan konsentrasi kecuali untuk konsentrasi yang terlalu tinggi atau jika terjadi reaksi kimia. Biasanya,A menjadi nonlinier jika c> 0.10 M. Pada konsentrasi diatas 0.10 M, jarak antar molekul analit menjadi cukup dekat, yang mempengaruhi distribusi muatan, sehingga mengubah cara molekul melakukan serapan (mengubah e). Selain itu, A menjadi nonlinier jika terjadi reaksi kimia. Jika analit mengalami assosiasi, dissosiasi atau bereaksi dengan pelarut atau komponen lain dalam larutan, penyimpangan hukum Lambert-Beer akan terjadi (Elisa 2008). Panjang gelombang yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu 660 nm, berada di daerah cahaya tampak, yaitu daerah spektrum merah (Rhiza 2012).
Kadar glukosa darah yang diketahui dapat membantu memprediksi metabolismme yang mungkin terjadi dalam sel dengan kandungan gula yang tersedia. Jika kandungan glukosa dalam tubuh hewan sangat berlebih maka glukosa tersebut akan mengalami reaksi katabolisme secara enzimatik untuk menghasilkan energi. Namun jika kandungan glukosa tersebut dibawah batas minimum, maka asam piruvat yang dihasilkan dari proses katabolisme bisa mengalami proses enzimatik secara anabolisme melalui glukoneogenesis untuk mensintesis glukosa dan  memenuhi kadar normal glukosa. Percobaan yang dihasilkan memperoleh hasil bahwa kadar glukosa darah dalam sampel darah sapi adalah 0.475 mg/mL atau setara dengan 474.90 mg/dL. Kadar glukosa darah normal pada sapi (dalam serum atau plasma darah) yaitu 65-110 mg/dL.Berdasarkan literatur tersebut, nyatalah bahwa terjadi kelebihan kandungan glukosa darah daam sampel, artinya, sapi yang diambil sampel darahnya mengalami kelainan seperti yang telah disebutkan di atas (Girinda 1989).
Fungsi penambahan akuades adalah mengencerkan darah sehingga albumin dalam darah akan larut oleh akuades.Albumin adalah protein yang dapat larut dalam air serta dapat terkoagulasi oleh panas. Albumin terdapat dalam serum darah dan putih telur. Penambahan Na-wolframat bertujuan mengendapkan albumin yang terlarut dalam air. H2SO4 berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi pengendapan albumin oleh Na-wolframat (Poedjiadi 1994).
Saat penambahan kupritartrat, ion kupri akan direduksi oleh gula menjadi kupro dan mengendap sebagai Cu2O. Dengan menambahan pereaksi fosfomolibdat kuprooksida melarut lagi dan warna larutan akan berubah menjadi biru tua disebabkan oleh adanya oksidasi Mo. Intensitaas warna larutan adalah ukuran banyaknya gula yang ada di dalam filtrat (Girinda 1989).

Daftar Pustaka
Anna P. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta(ID): UI-Press.
Elisa. 2008. Spektroskopi. Yogyakarta(ID): UGM Press.
Girinda A. 1989. Biokimia Patologi. Bogor(ID): IPB Press.
Hawab HM. 2005. Pengantar Biokimia. Malang(ID): Bayumedia.
Marks DB. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta(ID): EGC.
Rhiza L.  2012.  Prinsip Penyerapan Cahaya oleh Tumbuhan. Makassar(ID): Universitas Hasanuddin.
Sacher & Richard. 2007. Laboraturium: Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan. Jakarta(ID): EGC.
Sabrina Q. 2011. Kajian Sifat Optis pada Glukosa Darah. Jakarta(ID): UINS.
Tamridho. 2010. Rancang Bangun Alat Pengukur Kadar Gula Darah. Jakarta(ID): Universitas Indonesia
Wijaya H. 2014. Pemeriksaan darah Pengantar Biokimia. Jakarta(ID): Universitas Esaunggul.

0 komentar:

Post a Comment